Senin, 22 Juni 2009

Hari Pertama Ramadlan Kang Heri


Rombongan mahasiswa PPL (Program Pengalaman Lapangan) sampai di Magetan tidak secara bersama-sama. Aku entah yang ketiga atau keempat datangnya. Ada yang datang sendirian, ada yang rombongan. Ketidakbersamaan ini karena faktor letak rumah yang berbeda, ada yang asli magetan, ada aku yang Ponorogo, cuma sekitar 1 jam-an dari Magetan, tapi kebanyakan berangkat dari Surabaya, kota di mana kami menimba ilmu.

Aku berangkat dari rumah. Masing-masing personil rombongan PPL itu baru kenal kemarin pas upacara pelepasan mahasiswa PPL di lapangan gedung Rektorat.
Setelah aku datang dan menata semua barang-barangku di kamar kosku yang baru dan sempit yang kemudian baru aku sadari begitu pengap, Ada sms, dari namanya Ari, aku mengingat-ingat yang namanya Ari dari rombongan PPL ini. Hm... lupa. Di sms dia suruh aku keluar kos.
Ok, aq balas.
Oooo itu toh yang namanya Ari, eh dia ma cowok lain juga yang aku lupa sapa namanya.
Aq persilahkan masuk ke kos, sekalian ajang mengakrabkan diri juga. Kebetulan rombongan PPL yang satu kos ma aku ada enam. Kami pun mengobrol. Tapi ada yang aneh dengan cowok yang dibonceng Ari itu yang kemudian memperkenalkan diri dengan nama Heri. Dia keliahatan seperti orang linglung, tak mempunyai semangat yang 'bergas' seperti Ari. Rasanya kurang menyakinkan dia dari Jurusan Olah Raga.
Ari bercerita bahwa dia sedang kebingungan nyari tempat kos, kemarin dari Surabaya dia sudah memesan satu tempat kos, bapak kos itu bilang ‘OK', tapi tadi ketika ia datang, pak kos itu malah menolak, alasannya kos itu adalah kos cewek, dan dia merasa gak enak dengan tetangga kalo dia menerima anak kos laki-laki. Konyol sekali tapi seperti itulah kejadiannya. Dan dia sementara menitipkan barang-barangnya padaku, sementara dia mencari tempat kos.
Sorenya dia mengabari kalo dia mendapat tempat kos, dan ternyata kosnya ini sangat dekat dengan kosku, cuma berjarak dua rumah, terpisah kebun belakang rumah. Wow, kami senang sekali.
Kemudian aku mendapat cerita tentang Heri dari Ari dan Andik, dua cowok sefakultas dengan Heri, bahwa Heri dulunya adalah pecandu berat narkoba, sekarangpun masih belum lepas sepenuhnya dari ketergantungan itu. Bahkan otaknya pun terkena akibat mengkonsumsi barang-barang terlarang itu, makanya dia tampak seperti orang linglung.
Udara di Magetan yang dingin membuatnya semakin mempunyai alasan untuk mengkonsumsi barang-barang terlarang itu, terutama alkohol. Teman-teman berusaha mengingatkannya, namun setiap kali teman-temannya menyinggung maslah kecanduannya, maka ia memilih menjauh dari mereka. Aku sendiri bingung menghadapinya.
Aku mencoba tidak menyinggung kebiasaan buruknya itu, ternyata dia asyik-asyik aja kalo bersamaku. Aku berusaha belajar dari kebersamaanku dengan teman-teman, bagaimana bersikap dengan Heri. Ah, sayang sekali. Sebenarnya Heri itu baik, mungkin karena fisik aku yang paling kecil dalam rombongan ini, dia menjadi menganggapku sebagai adik sendiri. Dia memanggilku 'nduk' yang artinya panggilan pada anak perempuan. Sebenarnya aku kurang suka dengan panggilan itu, tapi jika emang panggilan itu mempererat tali persaudaraan di antara kami, keegoisan harus disingkirkan. Kalo dia mau beli makan, dia selalu nawarin aku untuk dibelikan sekalian atau tidak, maunya menu apa, hampir selalu, kalau gak lewat sms ya datang ke kosan. Dia tidak pernah risih dengan cara berpakaianku yang selalu aku usahakan menutup aurat, sangat berbeda dengannya penampilannya yang gaul, celana sobek-sobek atau agak melorot kadang celana boxernya kelihatan. Sebagai balasannya aku panggil dia kank, yang artinya kakak laki-laki dalam bahasa jawa.
Kalo dibandingkan yang lain, Kang Herilah yang paling menghargaiku. Beberapa temanku menyebutku ‘sok suci’ karena aku agak menjaga jarak jika sedang ngumpul teman-teman sesama PPL, itu karena memang dalam Islam melarang adanya ikhtilat kan? Ah, sebenarnya aku dalam ngumpul itupun masih masuk golongan ikhtilat kok... Dan beberapa juga memanggilku ‘bu Ustadzah’, itu bukan sanjungan melainkan ke arah sindiran karena mereka menyebutkannya dengan nada sinis, hal itu karena aku yang hampir tak pernah menanggalkan kerudungku dan sering mengingatkan mereka bagaimana bersikap selama di Magetan ini apalagi kalo di hadapan siswa-siswa yang kita ajar. Aku selalu mengingatkan agar mereka jangan bawa kebiasaan pergaulan di Surabaya yang kurang baik, di mana mengumpat itu bukan hal yang tabu lagi (ah bukannya aku maksudkan kalau budaya Surabaya itu jelek, tapi harus kita semua akui, bahasa Jawa Surabaya kesannya kasar dari bahasa jawa asli) karena akan ditiru oleh siswa-siswa SMA yang masih yang kondisi psikisnya masih labil, apalagi anak kelas X yang masih menginjak usia remaja (mahasiswa PPL mayoritas mengajar anak kelas X).
Aku akui, tentang teori perkembangan anak dan materi pelajaran, mereka ahli, bahkan aku sering berguru kepada mereka. Tapi pendidikan umum tanpa diimbangi dengan pendidikan akhlak, maka akan tak terarah. Bisa saja ilmu yang kita tanam dengan harapan untuk dimanfaatkan demi kebaikan malah disalahgunakan. Naudzubillah...
Kembali ke Kang Heri, ketika asyik ngobrol dia berujar
“Huh Ningrum tuh, malam-malam sms Cuma nanyain aku ngapain, lagi di mana. Sapa dia, pacaku bukan, kakak bukan. Dia terlalu mencampuri urusanku, aku ga seneng ada orang terlalu mencampuri urusanku. Aku saja tak pernah mencampuri urusannya. Mau kemana kek, mau ngapain kek itu urusanku. Lha ebesku aja ga pernah mau tau urusanku.”
Astagfirullah, benarkah? Apakah ini alasan atau penyebab sampai Kang Heri memilih jalan yang salah….hingga terjerumus dalam lembah narkoba ini?
“Orang tuaku lho, wez ga ngurusi aku. Ebes terlalu asyik berdakwah ke sana ke sini, tapi anaknya ndiri ga pernah diurusi.”
Subhanallah, lagi-lagi aku terkejut bukan kepalang mendengar pengakuan Kang Heri. Jadi selama ini ayahnya justru seorang ahli dakwah?
“Ah kang, teman-teman kan mengingatkanmu itu berarti mereka perhatian sama kamu kan kang? Mereka pengin kamu berhenti mengkonsumsi barang-barang terlarang itu.”
“Kamu mau ikut-ikutan mereka, menasehatiku? Kamu pikir mudah? Aku dah kecemplung, terjerumus, sulit keluarnya. Ni saja masih mending aku dah gak kayak dulu.”
“Maaf Kang, hanya mengingatkan.”
Ah ternyata mengingatkan tipe orang seperti Heri tak semudah yang ada di TV, di mana umumnya dengan nasehat saja mereka para jungkies itu bisa sadar dan menghentikan kebiasaan mengkonsumsi narkobanya.
Semakin kita berusaha mengingatkan, semakin dia menjauh dari kita, maka akan semakin sulit kita menyadarkannya. Ah, harus punya trik nih, agar kata-kata kita masuk ke hatinya, dan mampu membuka mata hatinya.
Tapi aku bukanlah orang cerdas yang mudah mencari trik dengan hanya melihat keadaan. Aku hanya mampu diam dan menggelengkan kepala ketika Heri datang ke sekolah telat dengan mata merah dan bau alkohol merebak ke mana-mana. Untunglah Heri cukup lihai menyembunyikan itu dari guru-guru dan siswa-siswanya.
“Nduk, kamu malam ini ga ke mana-mana to?” Tanya Heri di suatu Ba’da Maghrib
“Ke mana lho? Aku kan jarang keluar kalo ga da rencana dengan teman-teman PPL lainnya.”
“Ya dah, sepeda motormu tak pinjem ya?”
“Mau ke mana kang?”
“Ke tempat Sambas, ni tadi aku ma Ari wes janji mau ke sana, eh sepedanya Ari ternyata kudu masuk bengkel, turun mesin.”
“Jangan sampe malam lho kang.”
“Kenapa?”
“Lha, kan sini jam 9 mentok jam setengah sepuluh gerbangnya dah tutup.”
“Ya nanti sepedanya tak inepin di kosku aja, besok pagi baru tak balikin.”
“Yakin aman to kang, lha wonk ga da parkirnya gitu…Kalo ada apa-apa tanggung jawab lho…” kata-kataku sebenarnya bukan bermaksud menakut-nakutinya, tapi sepeda motor itu juga amanah dari ortuku, aku harus menjaganya.
Keliatannya Heri membenarkan ucapanku,
“Baiklah, nanti ga pulang malem-malem.”
“OK, ni kunci motor ma STNK nya.”
“Seeep….”
Ah setidaknya ini jalan untuk sedikit mengerem kegiatan keluar malamnya Heri yang rawan menenggelamkan dia dalam dunianya ‘itu’. Semoga motor Ari tak kunjung selesai diperbaiki di bengkel, agar Heri sering pinjam motorku seperti tadi, lho????? He he….
Hari ini ada undangan hajatan dari sekolah, tradisi sekolah ini memang setiap ajaran baru diadakan doa bersama demi kesuksesan dan kelancaran penyelenggaraan pembelajaran ke depannya, itu yang aku dengar.
Kami datang menjelang maghrib, memang undangannya diharapkn datang sebelum maghrib, kita melaksanakan sholat Maghrib di mushola sekolah. Acara ini dihadiri oleh guru-guru, mahasiswa PPL dan pengurus OSIS. Tapi ketika masuk waktu Maghrib, pengurus OSIS satupun belum ada yang nongol. Guru-guru meminta salah seorang mahasiswa PPL untuk menjadi muadzin. Semua kelimpungan, gak ada yang mau (atau gak ada yang bisa ya?) dan mereka sepakat mengajukan Heri, entah apa alasan mereka, aku gak tau. Heri maju dengan ragu-ragu,
“Aku hampir lupa bacaan adzan…” ucapnya lirih,
“Sudah Kang, maju aja.” aku ngasih support.
“Nanti gimana kalo di tengah-tengah aku lupa???”
“Ya dah, nanti kalo lupa aku bisikin,”
“Lha gimana caranya?”
Fyuh, ni orang bener-bener lupa apa ga percaya diri ya???
“Ya dah, kamu nanti adzannya dekat dengan kelambu itu, aku ada di balik kelambu. Nanti kalo kamu lupa tak bisikin…”
“Bener ya?”
“OK!!!” kataku mantap.
Aku dengar suaranya ketika adzan bergetar, entah karena dia gugup demam panggung atau karena dia menghayati setiap lafadz-lafadz yang dibacanya. Yang jelas, ketika dia berhenti agak lama, aku membisikkan lafadz yang seharusnya dia baca, dan ia pun melanjutkan adzannya, entah karena mendengar suaraku atau dia ingat dengan sendirinya.
Setelah Kang Heri ‘sukses’ mengumandangkan adzan, kami pun melakukan kegiatan biasa. Membaca pujian-pujian kepada Allah, iqamah yang dilakukan Heri dan alhamdulillah ini lancar. Sholat maghrib berjamaah, ternyata setelah itu dilakukan sholat tasbih dan sholat taubat dan doa-doa sampai masuk isya’, dan adzan isya’ dikumandangkan oleh seorang pengurus OSIS yang telah datang.
Setelah sholat isya’ acara makan-makan. Prasmanan. Fyuh, namanya anak kos… ga sungkan-sungkan tuh imbuh….kesempatan...
Masa-masa PPL hampir selesai, setelah masa ini maka disambut dengan datangnya bulan Ramadlan. Dua hari menjelang tanggal 1 ramadlan, sebagian besar mahasiswa PPL sudah cabut dari Magetan. Tinggal aku, Heri dan Ari juga belum cabut.
“Waaaaah bingung nie, balik ke Surabaya pa pulang ke Brebes ya?” Tanya Heri.
“Waaah, kalo aku enaknya menghasikan tanggal 1 Ramadlan dengan keluarga, Kang.” Kataku
“Masalahnya… rumahku kan jauh, mana barang-barangku banyak lagi, dan itu semua barang aku bawa dari Surabaya.” Brebes memang perbatasan Jawa Tengah - Jawa Barat.
“Ya dah, pulang ke Surabaya aja. Ortu pasti ngerti kok, toh lusa sebenarnya kul dah masuk kan? Cuma mungkin emang ada dispensasi buat mahasiswa PPL.”
“Tapi…kalo aku pulang ke Surabaya, kemungkinan hari pertama puasa besok aku ga puasa…kalo hari pertama saja gak puasa maka hari-hari selanjutnya kemungkinan besar ga puasa sama sekali. Ah aku dah lama ga puasa…”
Astaghfirullah, aku hampir lupa, kondisi Heri memang sudah jauh dari agamanya.
“Kalo hari pertama Ramadlan di rumah aku pasti puasa, dan kemungkinan hari selanjutnyapun puasa, gak tau apa bolong-bolong pa penuh. Maklum Surabaya kan panas, banyak godaan lagi dari teman-teman, jarang yang ngingetin lagi.”
“Ya dah, kamu pulang ke rumah Brebes aja, Kang.”
“Tapi barang-barangku banyak sekali, aku kerepotan kalo harus bawa ke Brebes, nanti habis dari Brebes dibawa ke Surabaya lagi, fiuh gak mungkin lah…”
Otakku berputar, apa akal? Aha…. Aku jadi ingat sesuatu…
“Ya wes, sebagian barangmu titipin ke aku aja Kank. Aku kan nanti dijemput ma masku naek mobil, besok aku berangkat ke Surabaya naek travel. Barangku gak terlalu banyak kok, masih muat kalo ditambah.”
“Beneeeer? Tapi banyak lho Nduk. Gitar, hitter, kado yang rencana mau aku kasih ke Bu Pras ga jadi, dan beberapa bajuku.”
“Hmmm…. Ga masalah, masih muat kok insyaAllah…”
“Ya tah,?”
“Hu uh. Tapi janji lho pulang ke Brebes.”
“Seeep.”
Begitulah. Ternyata barang-barang kang Heri memang banyak, selain yang dititipkan kepadaku masih ada beberapa tas lagi. Aku hanya menatap heran, kok barangnya sebanyak itu. Aku saja tidak sebanyak itu…
Malam pertama Ramadlan jam 2.30 aku miscall nomor hp Heri sampe diangkat, kemudian aku tutup. Cukup menunjukkan kalo dia terbangun. Rencana mau sms tapi dia sms dulu.

Aq dah bgun nduk, ni lgi sahur ma klrga. insy nnti puasa.

Amien kank, smoga nnti dan sterusnya di bln ramadlan ni n ramadlan slanjutnya km berpuasa.

Tak ada balasan
Amien. Kataku sendiri..
Semoga Allah membukakan pintu hati Heri untuk kembali pada Nya. Amien...

0 komentar:

Posting Komentar

 

Followers

Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template Vector by DaPino